Guru Penggerak Sebagai Katalisator Pembelajaran
Guru Penggerak Sebagai Katalisator Pembelajaran
Oleh: Fransiskus Ndejeng
Tulisan ini untuk merefleksi tentang gerakan inovatif yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Ristek, dalam rangka mewujudkan sistem pembelajaran yang bermutu, dan pendidikan yang bermutu pula di seluruh tanah air dan tumpah darah Indonesia. Sebab, sebaik apa pun kurikulum yang diterapkan tergantung dari gerakan guru dan kepala sekolah penggerak untuk membangkitkan dan memotivasi sistem pembelajaran yang berlaku di sekolah, sebagai satuan lembaga pendidikan sebagai ujung tombaknya, seumpama sebuah busur anak panah bisa meluncur jauh kedepan tergantung dari peran guru penggerak sebagai pemimpin dan katalisator pembelajaran.
Pembelajaran abad 21 ini, ada sebutan yang menarik dan terasa aktual yaitu Guru Penggerak, Guru Pembelajar, Siswa Pembelajar, dan Siswa Merdeka Belajar, dan Mahasiswa Merdeka Belajar. Dalam bentuk aplikasi pembelajaran. Ide dan sistem ini dicetuskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Ristek, Nadiem Anwar Makarim. Ikutannya, adalah Kurikulum Penggerak Pembelajaran atau biasa disebut Kurikulum Prototipe pada tahun ajaran baru 2022/2023. Disebut juga kurikulum Paradigma baru. Menteri yang satu ini, lain dari yang lain; selalu kreatif dan berinovasi dari waktu ke waktu. Sejak tahun 2020, sudah meniadakan ujian Nasional Berbasis Komputer dan diganti dengan Ujian Sekolah, dan menganalisis rata-rata nilai Rapor pada tingkat SD/ MIS dan sederajat, SMP/ MTs dan sederajat, SMA/ SMK dan sederajat.
Tahun 2021, siswa ditingkat SD/MTs, SMP/MTs, SMA/SMK , melaksanakan penilaian Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) bertaraf Nasional disebut Asesmen Nasional (AN). Untuk siswa SD/MIS diambil kelas IV, SMP/MTs kelas VIII, dan SMA/SMK kelas XI; sesuai kuota setiap sekolah sebanyak 45-50 orang siswa, utama dan cadangan. Soal-soal yang diasesmenkan, adalah dalam konteks Literasi, numerasi, karakter dan lingkungan belajar siswa. Asesmen yang dikerjakan tidak hanya siswa saja, tetapi juga untuk semua guru di sekolah, mengerjakan soal-soal secara sistem komputerisasi yang terpusat di server kementerian pendidikan dan kebudayaan dan Ristek. Terhubung dengan sistem server sekolah masing-masing secara mandiri maupun titipan pada sekolah terdekat yang memadai sistem komputernya. Atau tersedia infrastruktur laboratorium komputer di sekolahnya.
Kesan yang diperoleh sekolah dan terutama siswa-siswi; hampir-hampir tidak ada gejolak psikologis dan sosial serta terhindar dari tekanan psikis bagi siswa dan guru. Tidak ada mobilisasi keamanan dan pengawas untuk mengurusi pengamanan soal-soal dari pusat posko penampungan dokumen ujian menuju/ke sekolah. Biayanya yang digunakan dapat dipres dan ada penghematan APBN/APBD. Hanya, yang terjadi adalah adanya gangguan jaringan internet dan listrik PLN. Namun, bisa diatasi. Juga, tetap ada kebijakan dan solusi yang dibuat untuk menghendel semua kepentingan siswa dan guru di sekolah.
Kurikulum Penggerak atau Kurikulum Prototipe tahun 2022, sudah diujicoba pada 2500 sekolah penggerak di seluruh negeri ini. Menurut penilaian kementerian pendidikan dan kebudayaan dan Ristek; “ sangat berhasil”. Untuk ditindaklanjuti dan diterapkan di seluruh negeri, diharapkan pada tahun pelajaran 2022/2023, diberlakukan untuk seluruh negeri. Namun, diberi kesempatan kepada setiap sekolah untuk memilih kurikulum 2013, kurikulum mandiri yang disederhanakan, dan kurikulum prototipe. Sesuai kondisi dan keadaan sekolah di tengah masa pandemi virus Corona ini. Tidak ada ultimatum dari pemerintah untuk hanya memilih satu kurikulum prototipe saja.
Oleh sebab itu, setiap sekolah yang sudah memiliki sejumlah guru penggerak untuk menggerakkan Lokomotif kurikulum prototipe, dengan cara merekrut semua guru secara online, sesuai persyaratan yang dibutuhkan dari kementerian pendidikan dan kebudayaan, Ristek. Terutama guru-guru muda yang memiliki SIM-PKB, dan menguasai teknologi pembelajaran berbasis informasi dan teknologi pembelajaran abad 21. Tantangan baru agar tidak terlindas oleh jaman; semua guru wajib menguasai teknologi pembelajaran online. Sistem aplikasi pembelajaran lewat zoom meeting, google cromme, google meeting, youtube, dan aplikasi lain yang konstruktif.
Kendatipun demikian, secanggih apa pun sistem aplikasi pembelajaran teknologi pembelajaran untuk dikembangkan secara virtual, tetap membutuhkan guru di sekolah dan kelas untuk membimbing karakter siswa. Membangun jiwanya. Tidak hanya membangun fisiknya( badannya). Teknologi tidak bisa menggantikan peran guru di kelas. Seperti sentuhan perasaan dan hati, kasih sayang dan perhatian, serta komunikasi secara face to face, dalam arti yang positip. Untuk mengubah sikap dan perilaku siswa secara psikologis butuh sebuah proses yang bertahap. Pengelolaan kelas secara klasikal dan individual siswa untuk mempersiapkan pembelajaran secara non-virtual dan tatap muka murni dan tatap muka terbatas( PTM). Mengenal kepribadian siswa secara individual, latar belakang sosial ekonomi, dan sebagainya; tidak bisa mengandalkan kemajuan teknologi informasi pembelajaran di kelas. Teknologi Informasi dan teknologi pembelajaran secanggih apa pun, itu hanya sebuah media menyalurkan dan menyampaikan informasi dan komunikasi pengetahuan dan keterampilan dalam pembelajaran dan pelatihan; hanyalah sebuah media pembelajaran daring untuk memudahkan akses informasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Bukan media untuk menggantikan fungsi guru di kelas. Tidak bisa menyentuh perasaan dan kejiwaan siswa di kelas, atau ruang bimbingan khusus. Dia hanyalah alat untuk mempermuda pembelajaran virtual, online saja.
Bagaimana peran guru penggerak sebagai katalisator pembelajaran?
Sejak kemerdekaan bangsa Indonesia, sudah sepuluh kali perubahan kurikulum untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan. Namun, tidak mengalami perubahan pola pikir mainsed guru di lapangan. Mutu pendidikan tetap jalan ditempat. Oleh karena itu, pemerintah mengkaji peran guru sebagai katalisator pembelajaran di sekolah dan di kelas. Guru menggerakkan semua sumber daya yang ada di sekolah sebagai katalisator pembelajaran. Menggerakkan teman sejawat dan siswa secara kolaboratif. Katalisator berasal dari istilah ilmu kimia, yaitu suatu zat yang mempercepat laju reaksi-reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri (Wikipedia, 2021). Sementara itu, di dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) disebutkan bahwa katalisator adalah seseorang atau sesuatu yang menyebabkan terjadinya perubahan dan menimbulkan kejadian baru atau mempercepat suatu peristiwa. Jadi, guru katalisator adalah guru yang mampu melakukan perubahan mindset (cara pandang), thinking way (cara pikir), dan action way (cara bertindak) secara cepat terhadap tuntutan jaman tanpa terjerumus dan terbawa arus pengaruh negatifnya.
Guru katalisator adalah guru yang mampu menyelami dunia peserta didiknya, guru penggerak dapat menyelami peserta didik sampai merasuk kedalam pikiran, cara bertindak dan mengubah perilakunya, lewat cara guru menggerakkan pembelajarannya, sehingga mengetahui secara pasti kebutuhan, kekurangan, dan kelebihannya, serta gaya belajar siswa di kelas. Guru katalisator mampu memotivasi dan membangkitkan minat peserta didiknya dalam balajar. Selain itu, mampu meningkatkan hasil belajar peserta didiknya dengan berbagai motivasi pembelajaran yang diciptakan oleh seorang guru penggerak.
Di dalam konteks abad 21, guru katalisator adalah guru yang mampu meng-upgrade semua kompetensi atau kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu kemampuan paedagogik, kemampuan kepribadian, kemampuan sosial dan kemampuan profesional (Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005). Meng-update segala informasi untuk menunjang pembelajaran abad 21 secara cepat dan tepat.
Pembelajaran abad 21, menuntut seorang guru untuk mampu mengembangkan kemampuan peserta didik dalam hal Critical thinking and problem solving (pikiran kritis dan pemecahan masalah ), Collaboration and comunication (kolaborasi dan komunikasi), Creativity and imagination (kreativitas dan imajinasi), Citisenship (kewarnegaraan), Digital Literacy (melek digital), Student Leadership and Personal development ( kepemimpinan siswa dan pembangunan diri). (http: //Kompasiana.com).
Dengan demikian, program unggulan pemerintah berupa guru penggerak yang sudah lolos dalam seleksi dan telah terlatih selama enam (6) bulan secara daring, luring, dan mengikuti job training, dengan tidak meninggalkan tempat tugas, menjadi seorang guru penggerak yang dapat dijadikan sebagai katalisator pembelajaran di seluruh sekolah di Indonesia. Mendorong semua guru untuk meningkatkan kemampuan pembelajaran. Guru-guru tersebut bisa diangkat untuk dijadikan sebagai mentor bagi teman guru lainnya di sekolah.
Pembelajaran bisa digunakan secara kreatif dan inovatif melalui contoh-contoh pemanfaatan media youTobe, Instagram dan tiktok, untuk membangun keterlibatan siswa secara individual dan klasikal. Membangun proyek kerjasama guru dan siswa, guru dan guru secara gotong royong dan kolaboratif. Sehingga bisa menggerakkan semua potensi yang dimiliki siswa sesuai bakat dan talenta yang dimiliki, untuk dikembangkan dalam proses pembelajaran. Tidak ada siswa yang bodoh. Hanya bagaimana metode gerakan yang dibuat guru penggerak sebagai katalisator pembelajaran, pemimpin pembelajaran, untuk mendorong dan membangkitkan semangat belajar siswa secara kolaboratif antar sesama teman sejawat di sekolah.
Pada dasarnya Guru Penggerak dibentuk untuk menjadi agen pembelajaran, pemimpin pembelajaran, yang menerapkan program merdeka belajar dan merdeka mengajar. Guru Penggerak juga berperan dalam menggerakkan seluruh ekosistem peserta didik guna mewujudkan pendidikan yang berorientasi pada peserta didik. Membangkitkan semangat peserta didik, menguatkan karakter yang baik peserta didik, sikap yang baik dan toleran terhadap sesama, menuju profil siswa yang pancasilais sejati. Malui kerjasama dan gerakan guru dan kepala sekolah penggerak di sekolah. Cakap dan berpengetahuan dan berketerampilan, menguasai teknologi informasi secara bijaksana, patuh terhadap aturan sekolah dan masyarakat, juga aturan orang tua di rumah. Memahami tentang diri dan orang lain di sekitar lingkungan belajar.
Untuk menjadi seorang Guru Penggerak memiliki persyaratan sebagai berikut. Pertama, Guru PNS, PPPK dan Non PNS yang berasal dari sekolah negeri maupun sekolah swasta. Kedua, memiliki akun Guru di pangkalan data sekolah (dapodik) seperti SIM PKB. Ketiga, memiliki kualifikasi pendidikan minimal Sarjana pendidikan S1/Diploma Empat, Keempat, memiliki pengalaman mengajar minimal lima (5) tahun, Kelima, Memiliki masa sisa mengajar tidak lebih dari sepuluh (10) tahun, dan keenam, memiliki kemauan kuat untuk menjadi guru penggerak.
Menurut penulis, apa pun program unggulan pemerintah pusat, untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia, tergantung seberapa besar kemauan Guru Penggerak sebagai katalisator untuk dapat mengubah mindset guru itu sendiri lewat cara dan gerakan yang dilakukan dalam mengelola pembelajaran di kelas. Barangkali, tentu, Guru Penggerak tidak bisa berjalan sendiri-sendiri dalam membangkitkan ekosistem pembelajaran dan pendidikan di sekolah. Sebagai agen pembelajaran, pemimpin pembelajaran, dan sebagai katalisator pembelajaran, butuh kerja keras dan kerjasama untuk menggerakkannya, agar tercapai mutu proses, mutu hasil pembelajaran, sehingga diperoleh outcome yang diharapkan dapat terealisasi pembangunan jangka panjang pendidikan Nasional sesuai dengan visi Indonesia Emas tahun 2045. Semoga!
                                SMPN 1 Komodo